Why Some To-Do List Make Your Day Feel Worse

Fri Nov 11, 2022

Hai Optimized People 

Salah satu teknik time management adalah membuat to-do list. Tapi sebagai pemimpin bisnis yang produktif, saya yakin Optimized People pernah mengalami, melihat isi to-do list itu saja sudah membuat kita stressed.

Kenapa? Karena to do list itu terasa seperti daftar pekerjaan yang limitless. Jadi alih-alih kita merasa semangat menyelesaikan daftar itu, yang muncul justru perasaan enggan, “berat”, atau bahkan mual.

Di Weekly Insight hari ini saya tidak akan menawarkan satu teknik to-do list yang pasti bisa menyelesaikan masalah itu. Karena sebagai manusia, sangat wajar jika di suatu titik kita merasa kelelahan.

Apa yang akan kita bahas adalah kenapa beberapa orang merasa teknik to-do list bukan mengoptimalkan time management mereka, tapi justru memicu perasaan overwhelmed dan bahkan stressed.

Our brain is wired for story and meaningful pattern 

Otak kita diciptakan Tuhan untuk menyukai kisah dan makna. Data dan informasi yang tidak mempunyai makna cenderung diasumsikan tidak penting oleh otak dan karena itu cenderung ingin dilupakan.

Jika tidak diantisipasi tugas-tugas yang kita daftarkan di to do list itu bisa terasa tanpa makna. Artinya kadang-kadang otak kita bisa melihat sekian item di dalam to-do list itu hanya sebagai daftar yang tanpa makna atau bahkan membebani hidup kita.

Kalau optimized people bukan dari background psikologi, saya beri bocoran sedikit.

Di dalam tes-tes psikologi ada yang disebut endurance test. Biasanya tes ini ditandai dengan soal yang sangat banyak. Bahkan jumlah soalnya, sebetulnya dirancang untuk tidak mungkin diselesaikan dalam waktu yang diberikan.

Soalnya tidak sulit. Tapi sangat banyak. Kenapa disebut dengan endurance test? Karena soal yang sangat banyak itu biasanya tidak mempunyai makna. Tes itu dirancang untuk melihat daya tahan fokus otak kita ketika melakukan tanggung jawab yang sangat banyak tapi tanpa makna itu (tedious task).

Kadang-kadang otak kita bisa melihat to-do list itu sebagai tedious task. Jadi alih-alih kita bersemangat mengerjakan tugas-tugas itu, otak kita justru merasa sedang menghadapi endurance test.

Perasaan inilah yang harus kita hindari dalam time management kita. Jadi bagaimana kita mengantisipasi kesan tedious task ini di otak kita?

Give meaning in what you have to-do

Bantu otak kita menemukan makna dari tugas-tugas yang harus kita lakukan dengan menjawab 2 pertanyaan ini:

  • Apa yang sebetulnya aku ingin capai?
  • Kenapa itu begitu penting?
Dua pertanyaan ini akan menolong otak kita menemukan the real goal & “the why” dibalik to-do list kita.

Misalnya salah satu klien saya yang bekerja sebagai seorang entrepreneur menemukan bahwa “the why”-nya adalah dia ingin bisa menciptakan business process yang siap men-scale-up bisnisnya.

Salah satu klien saya yang bekerja sebagai Chief of Business Development menemukan“the why”-nya adalah ingin bisa:

  • Merasa lebih in-control terhadap waktunya
  • Lebih punya energi untuk keluarganya setelah pulang kerja
  • Terbebas dari perasaan overwhelmed, tanpa mengurangi beban tanggung jawabnya.
Konsep ini akan menolong otak kita, secara emosi tidak terlalu fokus pada daftar tugas yang banyak itu, tapi pada the real goal & “the why” dibalik tugas-tugas itu.

Project based concept

Sebagai seorang pemimpin, sering kali kita harus mengerjakan segudang aktivitas yang berasal dari berbagai projects sekaligus.

Misalnya seorang pemimpin kita bertanggung jawab mengefisiensi internal business process. Lalu juga melakukan meetings dengan rekan kerja eksternal. Lalu juga mengontrol kinerja divisi-divisi yang ada di bawah kita. Belum lagi ditambah dengan sekian laporan yang harus kita analisa.

Kalau semua tugas itu ditumpuk menjadi satu di dalam satu daftar, maka otak kita akan kesulitan melihat the real goal yang kita ingin capai melalui sekian banyak aktivitas itu.

Contoh klasik yang saya temukan dilakukan oleh banyak orang adalah mereka menggunakan kalender lalu mencantumkan deadlines dari berbagai proyek yang harus mereka selesaikan.

To-do list yang berupa daftar deadlines itu rawan hanya akan berfungsi sebagai daftar deadlines. Perasaan yang timbul hanyalah perasaan harus menyelesaikan ini dan itu. Belum lagi kalau kita bukan pemimpin tertinggi. Perasaan yang rawan timbul adalah akan ditagih bos ini dan itu.

Akibatnya? Otak kita akan merasa kehilangan makna. To-do list itu lebih terasa sebagai beban dan alat kontrol. Bukan alat untuk memotivasi kita mencapai goal.

Strategi yang lebih baik adalah membuat beberapa label atau pengelompokan yang mempermudah otak mengingat the real goal di balik setiap aktivitas.

Misalnya aktivitas-aktivitas kita golongkan ke dalam kelompok:

  • Improving business process
  • Strategic meeting with leaders
  • External strategic meeting
  • Weekly report analysis
  • Dan lain sebagainya
Label-label ini akan menolong otak kita mengingat the real goal di balik setiap aktivitas yang perlu kita lakukan.

My to-do list for today

Daftar tugas atau action steps yang ada di setiap label atau kelompok tadi bisa mempunyai deadline yang berbeda-beda. Misalnya ada 1 tugas di kelompok improving business process yang perlu kita kerjakan hari ini, 2 di esok hari, dan 3 di minggu depan.

Melihat daftar dengan deadline yang berbeda-beda ini beresiko mengurangi sense of control kita di hari itu. Jadi saya menyarankan, buatlah to-do list khusus untuk hari ini.

Caranya adalah dengan melihat tugas-tugas yang ada di daftar label atau kelompok tadi, lalu memilah dan memilihnya menggunakan pertanyaan: “Apa yang ingin aku kerjakan hari ini?”

Today’s to-do list ini berpeluang lebih besar mengembalikan sense of control kita terhadap time management kita setiap hari. Sedangkan time management menggunakan project-based concept tadi menolong otak kita tidak kehilangan arah jangka panjang.

Menurut pengalaman saya meng-coach para professionals mulai dari jajaran staff sales, management, c-suite, dan business owners, tidak ada 1 model time management yang efektif berlaku secara universal.

Jadi sikap terbaik dalam meningkatkan time management skill bukan mencari time management tools atau strategy terbaik. Melainkan merancang time management strategy dan menggunakan berbagai tools yang paling sesuai untuk kompleksitas konteks kita masing-masing.

Bagi saya goal akhir yang seharusnya kita capai dengan time management bukan menjadi mesin yang produktif. Tapi membangun kebiasaan agar bisa menjadi manusia seutuhnya yang antusias mengerjakan aktivitas-aktivitas terpenting yang harus kita lakukan untuk mencapai target yang kita inginkan.

Semoga bermanfaat. 🙂

Eri Silvanus
Saya menolong para individu dan organisasi meningkatkan kinerja dan leadership engagement melalui fungsi saya sebagai seorang pembicara, coach, dan consultant.

about eri silvanus

ALSO LISTEN ON

(tap the logo)