Should We Eliminate Annual Goal?

Mon Oct 10, 2022

"Business must grow or die." Begitu kira-kira mindset yang dianut oleh setiap pemimpin bisnis yang efektif. Tapi seberapa sering kita benar-benar berhasil mencapai target pertumbuhan? Atau jangan-jangan, tanpa sengaja, penetapan target tahunan ini sudah berubah sekedar menjadi "ritual tanpa realita"?

*Artikel ini adalah bagian dari Pro Weekday's Insight yang bisa Anda nikmati dalam format audio maupun .pdf. TRY IT FOR FREE for 7 days!

Sebagai pemimpin bisnis, kita pasti ingin bisnis kita terus berkembang. "Business must grow or die." Begitu kira-kira mindset-nya. Itu sebabnya kita ingin tim kita juga terus menerus meningkatkan kinerja mereka.

Tapi seberapa sering kita benar-benar berhasil mencapai target yang kita tetapkan? Atau jangan-jangan penetapan target tahunan ini, tanpa sengaja, sudah kita rasakan hanya sebagai "ritual"?

Sebuah survei yang dilakukan oleh Clutch.co di tahun 2019 kepada 502 small business owners misalnya, menunjukkan bahwa hanya 5% bisnis yang berhasil mencapai target yang ditetapkan sendiri di tahun sebelumnya. 65% berhasil mencapai minimal 50% dari target. Itu berarti minimal ada 30% bisnis yang bahkan tidak bisa mencapai 50% dari target yang mereka tetapkan sendiri.

From "feel good" to "reality check"

Dalam sudut pandang human behavior, fokus saya bukan hanya ke angkanya, tapi juga ke dampak psikologisnya. Jika dari tahun ke tahun kita menggemakan "business must grow or die", tapi dari tahun ke tahun, tim terbiasa tidak mencapai target. Kira-kira bagaimana dampak realita ini ke hasrat kemajuan para tim?

Bayangkan motivasi yang terpompa ketika di akhir atau awal tahun perusahaan kita mendatangkan motivator terkenal dan ketika perusahaan memperlihatkan target tahun depan, seluruh tim sepakat bilang: "Kita pasti bisa!"

Tapi lalu setelah beberapa minggu atau beberapa bulan berjalan, reward yang akan dirasakan dibalik target yang baru itu terasa lebih lemah daripada proses berat yang harus kita jalani.

Jika kebiasaan ini diulang-ulang selama beberapa tahun. Apakah penetapan target tahunan itu masih bermanfaat bagi pengembangan kinerja tim?

Dampak positif & titik kritis "target tahunan"

To be fair, penetapan target tahunan mempunyai manfaatnya sendiri.

Target tahunan memberikan kita arah yang jelas, setidaknya untuk sementara waktu. Dan arah yang jelas ini sangat diperlukan oleh setiap tim atau organisasi yang ingin maju ke arah yang jelas dan bukan sekedar berputar-putar di tempat.

Tapi ada 2 titik kritis yang harus kita waspadai.

Titik kritis pertama adalah terlalu bergantung pada "feel good" yang kita rasakan ketika fase menetapkan sasaran. It's not enough!

David DiSalvo yang karyanya dipublikasikan di Scientific American Mind, Forbes, TIME, dan The Wall Street Journal mengatakan, secara natural fokus otak kita bergerak dari "feel good" yang kita rasakan ketika di fase goal setting ke "reality check" yang kita rasakan di kehidupan sehari-hari.

Beberapa orang berharap, reward yang kita sediakan di akhir perjuangan, akan membuat tim terus bersemangat hingga akhir perjuangan. Sayangnya ini lebih sering terjadi di video-video dan seminar motivasional daripada di dunia nyata.

Titik kritis kedua adalah planning fallacy tendency.

Menurut Dr. Daniel Kahneman, manusia cenderung punya asumsi yang keliru tentang seberapa akurat kita bisa memprediksi masa depan.

Misalnya jika omset kita di tahun ini adalah 25 miliar. Seberapa yakin tahun depan kita bisa mencapai 30 miliar. Kenaikan 20% ini bisa terasa besar atau kecil, tergantung pada:

  • Seberapa positif mindset kita
  • Apakah kenaikan 20% ini sesuai dengan grand design atau rencana sebelumnya?
  • Seberapa banyak informasi negatif yang kita abaikan?
  • Seberapa kuat "social pressure" yang kita rasakan sebagai seorang pemimpin atau decision maker?
  • Dan lain sebagainya.
Kenapa analisa data tidak saya sertakan? Karena dalam human behavior, sering kali kita mengambil keputusan berdasarkan data yang sudah "diwarnai" oleh mindset dan emosi kita.

Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi resiko target tahunan hanya menjadi "ritual tanpa realita"?

Fokus pada proses berkembang terus menerus

Alih-alih fokus pada sebuah event yang hanya terjadi 1 - 2x/tahun, mungkin sebaiknya kita fokus pada daily or weekly development.

Daripada kita fokus pada pengembangan kinerja yang terasa sangat innovative, mungkin sebaiknya kita fokus pada incremental improvement. Perkembangan yang walaupun terasa kecil, tapi terus-menerus dilakukan.

Bagan yang saya ambil dari KaiNexus ini menunjukkan bahwa pada awalnya sebagian besar ide (ditunjukkan dengan warna biru) memang tidak akan terealisasi (warna merah).

Tapi jika tim terbiasa melakukan perkembangan-perkembangan yang walaupun dirasa kecil, tapi terus-menerus dilakukan. Maka hasilnya: mereka akan terbiasa untuk terus berkembang.

Bandingkan konsep ini dengan big innovation atau satu strategi spektakuler yang kita harapkan bisa mendongkrak omset kita secara masif. Mungkin alih-alih grafiknya terlihat seperti kaki gunung yang menanjak ke atas, grafiknya akan terasa seperti huruf "V". Semangat terpompa di awal tahun, lalu lesu, dan baru semangat lagi di akhir. Tapi dengan hasil kinerja yang sebetulnya kurang lebih sama.

Sebuah artikel penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of Database Marketing juga menunjukkan bahwa incremental innovation bukan hanya akan membuat kemungkinan tim mencapai target pengembangan lebih besar, tapi juga mengurangi resiko yang biasanya diasosiasikan dengan big innovation.

Jadi apakah kita perlu menghilangkan target atau annual goal sama sekali? Mungkin iya, mungkin tidak. Bagaimanapun goal setting yang dilakukan dengan baik adalah bagian inti dari motivasi.

Tapi ada yang jauh lebih penting daripada melakukan goal setting yang baik, yaitu: membuat tim menyukai "proses berkembang" itu sendiri.

Intinya kita harus menolong tim suka terus menerus berkembang. Bukan sekedar untuk mencapai reward di masa depan yang belum tentu terjadi. Tapi membiasakan diri menemukan reward dari incremental improvement yang bisa terjadi lebih sering. Entah daily, weekly, atau selambat-lambatnya monthly.

Semoga bermanfaat. 🙂

Eri Silvanus
Saya menolong para individu dan organisasi meningkatkan kinerja dan leadership engagement melalui fungsi saya sebagai seorang pembicara, coach, dan consultant.

profil linkedin