There are no items in your cart
Add More
Add More
Item Details | Price |
---|
Wed Aug 10, 2022
Optimized people mungkin menyadari bahwa Home feed Instagram kita sekarang disusupi oleh banyak recommended contents dari akun-akun yang tidak kita ikuti. Kebijakan ini banyak mendapatkan kritikan dari Instagram user sampai ada lebih dari 300.000 orang yang menandatangani petisi “Make Instagram, Instagram again”.
Tapi Mark Zuckerberg sepertinya agak mengabaikan kritikan ini karena di akhir Juli lalu, dia mengatakan bahwa Instagram akan menyodorkan recommended contents 2x lebih banyak di akhir 2023.
Beberapa orang bilang, strategi Instagram ini lahir akibat persaingan dengan TikTok. Karena kalau kita amati, TikTok pun menggunakan strategi yang sama dengan membuat home tab yang berbeda dengan following tab.
Walaupun tidak benar-benar sama, LinkedIn pun juga sepertinya akan mulai mencoba konsep yang serupa.
Mengutip jurnalis Matt G. Southern, Vice President of Product mengatakan: "LinkedIn sedang menguji 'dedicated space' untuk kita bisa menemukan 'contents' dan video yang relevan dari orang maupun organisasi yang kita belum terhubung saat ini."
Strategi ini masuk akal karena bagaimana pun, Meta, TikTok, dan LinkedIn adalah social media platforms. Dan seperti networking platform tradisional, tujuan dari platforms ini adalah mempertemukan orang-orang yang secara natural tidak akan pernah bertemu dan berjejaring.
Di satu sisi strategi ini sebetulnya membawa keuntungan bagi para content creators & small business "kecil". Karena ini berarti akun-akun kecil juga mendapatkan kesempatan expose yang lebih besar, tanpa harus beriklan secara premium.
Tapi di sisi konsumen, kita akan melihat lebih banyak non-paid promotional contents atau materi-materi dari akun yang tidak kita ikuti dijejalkan ke depan mata kita. Apakah ini kabar baik?
Mungkin saja justru sebaliknya.
Mungkin justru terlalu banyak "iklan" (berbayar maupun tidak) justru akan merugikan semua pihak, termasuk para advertisers.
Karena semakin jenuh pikiran dan telinga kita dengan "iklan", maka makin kurang efektif para "iklan" itu menembus hati dan pikiran kita. Yang ada justru adalah justru apa yang oleh dunia psikologi disebut dengan psychology of reactance. Dorongan untuk melawan pemaksaan.
Jadi insight apa yang bisa kita ambil dari sini?
"Trust" akan makin langka
Dengan makin banyaknya iklan yang dipaksakan tampil di depan mata kita, maka banyak orang akan makin sulit memberikan rasa percayanya (trust) kepada akun-akun med. sos. itu.
Reaksi pertama para social media users ini akan menjadi: "Ah itu kan iklan."
"Trust" adalah hasil dari research
Ini bukan berarti iklan tidak akan berguna sama sekali. Tapi iklan hanya akan bertindak sebagai pemicu kesadaran (awareness) akan sebuah merek atau produk.
Untuk menghasilkan rasa percaya yang cukup besar, para social media users itu akan melakukan research. Mereka akan mengamati official website, landing page, dan blog.
Jika mereka happy dengan hasil penelitian mereka, maka trust itu mulai perlahan-lahan diberikan kepada kita.
"Human connection" akan makin vital
Secara umum kita sadar bahwa banyak iklan itu mengandung unsur dibesar-besarkan atau bahkan hampir menipu.
Itu sebabnya ketika para social media users ini melakukan research mereka akan berusaha mencari, seberapa "riil" materi-materi yang mereka temukan di official website, landing page, dan blog itu.
Mereka akan berusaha mencari koneksi dengan sesama manusia yang bisa mereka percayai. Karena di balik sebuah merek atau produk, pada akhirnya kita akan selalu berbisnis dengan sang manusianya.
Kita mungkin tidak bisa mengubah strategi para social media platforms itu. Bagaimana pun pada dasarnya mereka adalah sebuah unit bisnis yang harus mengubah strategi mereka menjadi keuntungan.
Tapi tugas kita sebagai entrepreneur atau leaders dalam kapasitas apapun adalah mewaspadai tren ini dan membangun strategi antisipasi sedini mungkin yang kita bisa.
Semoga bermanfaat. 🙂
Your coach & consultant, Eri Silvanus.
Eri Silvanus
Saya menolong para individu dan organisasi meningkatkan kinerja dan leadership engagement melalui fungsi saya sebagai seorang pembicara, coach, dan consultant.