Memimpin Tim Dalam Masa Resesi

Sat Oct 22, 2022

Banyak negara diproyeksikan akan mengalami resesi di 2023. Walaupun beberapa ahli mengatakan Indonesia akan terluput, apa yang bisa kita lakukan seandainya bisnis kita terkena dampak dari resesi yang terjadi di negara lain?

*Artikel ini adalah bagian dari Pro Weekday's Insight yang bisa Anda nikmati dalam format audio maupun .pdf. TRY IT FOR FREE for 7 days!

Bagi banyak orang, beberapa tahun ini bisa terasa seperti badai tanpa henti. Baru saja kita merasakan pandemi yang berubah menjadi endemi. Sekarang seolah ada awan mendung berupa resiko resesi di 2023.

Di satu sisi, kita bersyukur para ahli mengatakan Indonesia mungkin bisa jadi salah satu negara yang tidak mengalami resesi di 2023. Tapi itu bukan berarti kita semua pasti tidak akan merasakan dampak apa-apa dari resesi global.

Di newsletter kali ini kita akan membahas bagaimana membangun kepemimpinan yang diperlukan, seandainya resesi global betul-betul terjadi dan bisnis kita terimbas dampaknya.

Seperti kata kalimat bijak: "Keep your friends close and your enemies closer". Kita akan mulai dari memahami 2 musuh utama kepemimpinan ketika resesi.

2 MUSUH UTAMA KEPEMIMPINAN SAAT RESESI

Yang kita harus sadari sebagai pemimpin adalah kita tidak bisa menghalangi informasi negatif yang akan diterima oleh tim. Dan seandainya krisis global benar-benar terjadi, berita-berita negatif itu hampir akan selalu diangkat oleh banyak media.

Jika tim kita telah pulih dari pengalaman traumatis akibat pandemi, maka mereka mungkin akan baik-baik saja. Tapi jika secara mental mereka belum pulih sepenuhnya, maka rasa kuatir yang menyesakkan dada itu bisa kembali merayap dan menyedot semangat juang mereka.

Dalam kondisi ini ada 2 "musuh" yang perlu kita antisipasi muncul di dalam psikologi tim kita.

Sense of uncertainty

Ketika masa depan tidak pasti, tim sangat memerlukan direction. Jadi sebagai pemimpin, tanpa sengaja kita bisa memperparah sense of uncertainty ketika:

  • Kita dirasa kurang terbuka tentang arah dan strategi yang perusahaan ingin kerjakan.
  • Kita dirasa kurang komunikatif dengan tim.
Tapi kita perlu membedakan antara direction (arah) & instruction (perintah).

Ada tipe karakter tertentu yang memang merasa lebih nyaman mendapatkan perintah atau instruksi, ketika ada dalam kebingungan. Bagi orang-orang ini, instruksi yang jelas dari pimpinan itu akan terasa seperti jangkar yang membuatnya bisa bertahan di tengah badai.

Tapi ada juga karakter tertentu yang lebih membutuhkan arah daripada perintah. Ketika mereka bisa memahami arah yang perusahaan sedang tuju, dengan inisiatif yang tinggi mereka akan berpikir kreatif dan menciptakan rencana-rencana kerja untuk membawa divisinya atau perusahaan kita menuju arah yang kita inginkan.

Tentu saja ada berbagai alat tes yang berusaha untuk mendeteksi kecenderungan ini. Faktor IQ juga pasti akan mempengaruhi. Sebagai seorang human behavior coach, saya juga menggunakan analisa tanda tangan untuk mendeteksi kecenderungan perilaku ini.

Tapi poin utama yang ingin saya sampaikan di bagian ini adalah salah satu peran vital kita sebagai pemimpin di tengah krisis adalah meredakan sense of uncertainty yang merebak di dalam tim kita.

Apatisme

Ada yang lebih buruk daripada sekedar sense of uncertainty, yaitu apatisme atau perasaan putus asa.

Dalam situasi krisis, para tim kita yang ada di lapangan berteriak: "Apa yang kita biasanya lakukan, tidak lagi efektif! Apa yang harus kami lakukan?"

Beberapa orang berpikir bahwa untuk melawan keputusasaan, kita membutuhkan solusi. Konsep ini tidak sepenuhnya salah, tapi kurang tepat dan justru membuat banyak pemimpin makin panik atau bingung menentukan sikap dalam krisis.

Sebetulnya yang otak kita butuhkan untuk melawan apatisme adalah next step. Otak kita perlu tahu bahwa ada sesuatu yang bisa kita lakukan untuk membuat situasi jadi lebih baik. Tidak harus langsung menyelesaikan semua masalah. Sekedar selangkah lebih baik.

Jadi sebagai pemimpin, tanpa sengaja kita bisa memperparah menjalarnya apatisme di tim kita ketika:

  • Kita dirasa terlalu berpegang pada "cara-cara lama".
  • Kita dirasa tidak terbuka dengan ide & masukan dari tim.
Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi menjalarnya sense of uncertainty dan apatisme di dalam tim kita?

DEVELOP THESE LEADERSHIP HABITS

Ada 2 leadership habits yang saya usulkan, yaitu: fokus pada peluang dan memperkuat dialog.

Focus working on opportunities

Sebagai pemimpin di tengah krisis, kita perlu melihat opportunity sebagai langkah maju dan ancaman atau bahaya hanya sebagai challenge yang menghalangi kita meraih opportunity itu.

Beberapa orang bilang: "Perlakukan ketidakpastian atau perubahan itu sebagai sahabat." Goal sesungguhnya sebetulnya bukan sekedar "berdamai" atau "bersahabat" dengan ketidakpastian itu. Karena secara natural, otak kita dirancang Tuhan untuk mempersepsi ketidakpastian sebagai bahaya.

Goal sesungguhnya adalah melatih otak kita menemukan peluang dibalik masa depan yang tidak pasti dan melihat ancaman itu hanya sebagai challenge yang perlu diselesaikan.

Berikut ini beberapa pertanyaan yang mungkin bisa menolong optimized people menemukan peluang di tengah resesi:

Apakah ada peluang marketing & advertising? Dalam masa resesi umumnya para unit bisnis akan mengurangi anggaran beriklan mereka. Ini berarti biaya beriklan, khususnya yang menggunakan sistem pay per click akan menurun.

Situasi ini mungkin bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan brand awareness atau product marketing kita ke existing market atau bahkan ke pasar baru.

Apakah ada peluang dari perubahan perilaku klien? Seperti yang banyak bisnis sudah alami akibat pandemi 2020. Resesi bisa membuat kita menemukan peluang berupa:

  • Layanan baru di target pasar yang sama
  • Pasar dengan kebutuhan baru yang kita layani menggunakan aset yang sudah kita miliki
Apakah ada peluang efisiensi business process? Ide utamanya adalah memanfaatkan load pekerjaan yang berkurang akibat resesi ekonomi. "Waktu luang" ini bisa kita manfaatkan untuk menggerakkan tim mempelajari teknologi baru atau mengembangkan sistem kerja yang lebih efisien.

Salah satu klien saya justru berhasil menjadikan momen ini untuk mempersiapkan business process system yang siap men-scale-up bisnisnya ke level selanjutnya.

Mereka memang tidak langsung menuai hasilnya ketika resesi ekonomi itu menghantam mereka dengan begitu keras. Tapi ketika dampak resesi mulai mereda, mereka sudah mempunyai sistem kerja yang siap melayani pasar yang lebih luas atau jumlah transaksi yang lebih banyak.

Apakah ada peluang pengembangan kompetensi tim? Ide utamanya sama. Memanfaatkan "waktu luang" akibat load pekerjaan yang berkurang akibat resesi ekonomi.

Alih-alih sekedar memecut tim melakukan strategi dan teknik lama yang sama berulang-ulang. Resesi bisa jadi kesempatan terbaik untuk menggerakkan tim mempelajari strategi dan teknik-teknik baru.

Tidak punya dana besar untuk mengikutkan banyak tim ke program training atau workshop? Tidak masalah! Mulailah dari internet dan buku atau manfaatkan jasa seorang coach atau professional facilitator untuk mengawal development process itu.

Strengthen the dialogue

Salah satu peran pemimpin adalah mengambil keputusan dengan tegas. Fungsi pemimpin sebagai decision maker ini memang sangat diperlukan dalam situasi krisis. Tapi menjadi seorang decision maker bukan berarti menjadi sumber solusi.

Resesi adalah momen terbaik untuk menunjukkan bahwa kita adalah pemimpin yang mampu memfasilitasi munculnya ide-ide luar biasa yang berasal dari tim.

Untuk mewujudkan ini mungkin optimized people bisa terapkan adalah mengubah regular meetings yang biasanya terjadi secara mingguan atau bulanan itu menjadi strategic meeting.

Dalam hal ini, facilitation skill kita sebagai pemimpin akan punya peran yang sangat vital.

Hal lain yang saya sangat rekomendasikan adalah turunlah ke lapangan. Ketika pemimpin di jajaran tertinggi bersedia meluangkan waktunya untuk turun ke lapangan, minimal ada 2 hal baik yang akan terjadi:

  • Kita akan mendapatkan insight yang lebih riil dibandingkan jika kita hanya duduk di singgasana kita di kantor.
  • Kehadiran kita berpotensi meredakan sense of uncertainty & apatisme tim di level bawah.
Semoga bermanfaat. 🙂

Eri Silvanus
Saya menolong para individu dan organisasi meningkatkan kinerja dan leadership engagement melalui fungsi saya sebagai seorang pembicara, coach, dan consultant.

profil linkedin