Jangan "Delete"​ Review Buruk

Mon Oct 31, 2022

Ada 3 sikap yang umumnya para pemimpin bisnis lakukan menghadapi review buruk, yaitu: melawan, diam saja, atau minta maaf. Bagaimana jika menggunakan sudut pandang "social behavior", kita bisa menggunakan sikap keempat yang bahkan berpotensi meningkatkan omset kita?

Di akhir September kemarin Es Teh Indonesia sempat viral mensomasi pelanggannya.

Mungkin bisnis kita tidak sampai menghadapi cuitan negatif yang viral seperti Es Teh Indonesia, tapi saya yakin semua bisnis punya bad reviewer-nya masing-masing.

Umumnya ada 3 sikap yang diambil oleh para pemimpin bisnis ketika menghadapi bad review:

  1. Melawan
  2. Diam saja
  3. Minta maaf
Di edisi Human Behavior Perspective Newsletter kali ini saya akan membahas sikap keempat yang mungkin optimized people bisa lakukan, yaitu: dengan sengaja memanfaatkan negative review justru untuk meningkatkan penjualan.

Untuk itu kita perlu paham konsep social behavior-nya.

Social identity theory

Di tahun 1979, Henri Tajfel mencetuskan sebuah konsep yang dinamakan social identity theory (Teori identitas sosial). Konsep inti dari teori ini adalah: manusia cenderung punya kebutuhan untuk berkelompok dengan orang-orang yang kita rasa punya karakteristik yang sama.

Kenapa kita memilih dan memilah dengan siapa kita berkelompok? Karena sedikit banyak, kelompok itu mencerminkan identitas kita.

Salah satu konsekuensi dari kebutuhan psikologis untuk berkelompok ini, kita cenderung lebih membela orang-orang yang profilnya sama dengan kelompok kita dan cenderung bersikap lebih negatif ke orang-orang yang profilnya berbeda dengan kelompok kita.

Dari sinilah muncul istilah tribal psychology (psikologi kesukuan).

Apa hubungan konsep social identity dan tribal psychology ini dengan studi kasus Es Teh Indonesia? Di sini menariknya.

Beberapa profesor di British Columbia University mengadakan percobaan terhadap 300 fans dari sebuah club olah raga. 300 orang ini dibagi ke 2 kelompok dan mereka semua ditawari untuk membeli sebuah hoodie yang melambangkan club mereka.

Perbedaannya adalah di kelompok pertama, mereka diberi informasi bahwa hoodie itu mendapatkan review bintang 5 dari sesama fan's club. Sedangkan di kelompok kedua, mereka diberi informasi bahwa hoodie itu mendapatkan review bintang 1 dari fan's club lawan.

Percobaan ini dilakukan beberapa kali dan hasilnya orang-orang di kelompok 2 beli lebih banyak 20 - 27% dibandingkan orang-orang di kelompok 1.

Para peneliti menyimpulkan hal ini terjadi karena orang-orang di kelompok dua merasa perlu membela selera dari kelompok (tribe) mereka.

Berdasarkan konsep ini, sikap keempat apa yang bisa kita lakukan ketika menghadapi bad review?

Ijinkan "fans"-mu membelamu

Menurut website https://estehindonesia.com/ ketika materi ini saya buat, Es Teh Indonesia sudah mempunyai 1030 gerai atau yang mereka sebut dengan istilah "kebun".

Saya berasumsi dengan gerai yang begitu banyak, Es Teh Indonesia sebenarnya sudah mempunyai fans mereka sendiri. Sesama penggemar produk-produk Es Teh Indonesia.

Jadi dengan asumsi kita sudah mempunyai fans base, maka kita "melemparkan" cuitan negatif itu ke para fans kita dan meminta mereka untuk memberikan respon. Entah sekedar melalui sebuah video post singkat di media sosial, YouTube, dan lain sebagainya.

Dari respon-respon para fans itu, kita bisa memilih respon-respon yang secara kata-kata masih sopan dan gunakan ulang sebagai materi iklan produk yang di-review negatif oleh seseorang itu.

Dengan strategi ini, minimal omset produk yang di-review itu akan meningkat. Kenapa? Karena para fans kita akan terdorong untuk mencoba dan membuktikan bahwa cuitan yang berasal dari "tribe" lain itu salah.

Potensi kedua: jika kita bisa menggunakan strategi bundling yang berlangsung selama periode tertentu sejak kita melemparkan cuitan itu ke para fans, maka omset dari produk lain pun juga berpotensi naik.

Skenario terburuk adalah para fans kita sebetulnya mengakui bahwa review dari cuitan itu sebetulnya benar. Tapi saya yakin mereka tetap akan sedikit banyak membela tribe mereka, dalam hal ini produk-produk Es Teh Indonesia.

Sikap keempat ini bukan hanya akan memenangkan hati lebih banyak orang untuk ingin ikut bergabung menjadi fans tribe kita. Tapi info ini juga bisa jadi masukan berharga bagi divisi research & development kita.

"If you have a good product, there's no such thing called a bad publicity"

Dalam topik personal development, saya yakin optimized people pernah mendengar kalimat: "Tidak perlu promosi ke sana sini tentang betapa hebatnya Kamu. Biarkan hasil kerjamu yang berbicara."

Dalam dunia marketing tentu kita harus "promosi ke sana sini". Tapi anak kalimat kedua dari konsep ini tetap berlaku. Biarkan fans base-mu yang berbicara.

Semoga bermanfaat. 🙂

Eri Silvanus
Saya menolong para individu dan organisasi meningkatkan kinerja dan leadership engagement melalui fungsi saya sebagai seorang pembicara, coach, dan consultant.

profil linkedin