There are no items in your cart
Add More
Add More
Item Details | Price |
---|
Fri Dec 16, 2022
Hai Optimized People
“Fear” sering kali dibicarakan dalam konteks leadership & decision making.
Misalnya kita membahas pentingnya seorang pemimpin yang tidak takut dan berani mengambil keputusan tegas. Atau para entrepreneur tidak boleh takut dan harus berani mengambil keputusan beresiko demi mencapai visinya.
Tapi sayangnya “fear” jarang dibicarakan dalam konteks kerja sama tim atau team work.
Padahal bukan hanya konteks teamwork lebih sering kita alami di situasi kerja sehari-hari. Tapi teamwork juga jelas salah satu motor yang menggerakkan kesuksesan sebuah organisasi.
Di weekdays insight hari ini kita akan membahas:
Fear Will Create “Armor”
Otak kita diciptakan Tuhan untuk menciptakan self-defense mechanism untuk melindungi diri dari bahaya.
Apa yang dipersepsi otak sebagai bahaya ini bukan hanya ancaman secara fisik, tapi juga ancaman secara psikologis.
Segala hal yang dipersepsi otak kita beresiko menimbulkan rasa tidak nyaman akan dianggap sebagai bahaya. Bahaya-bahaya ini akan memicu mekanisme pertahanan diri yang Dr. Brené Brown, seorang leadership researcher namai dengan istilah “armor”.
Dalam konteks dinamika team work, berikut ini beberapa contoh “armor” yang bisa jadi petunjuk bahwa sebenarnya kita sedang berusaha melindungi diri dari “fear” tertentu:
Over-control
Ketika reaksi over-control armor ini muncul, sikap kita seolah menunjukkan bahwa kita tidak bisa menghormati pendapat yang berbeda.
Kadang-kadang untuk menutupi “fear”, kita menunjukkan sikap tidak sabar mendengarkan, tidak sabar mengoreksi pendapat yang berbeda, secara refleks menyibukkan diri dengan melihat handphone atau hal lain ketika mendengarkan pendapat yang berbeda, dan lain sebagainya.
Emotional outburst
Ketika reaksi emotional outburst armor ini muncul, sikap kita seolah menunjukkan bahwa kita tidak bisa bersikap gentle dalam situasi tertentu.
Kadang-kadang untuk menutupi “fear”, kita membentak, berteriak, menggebrak meja, melontarkan kata-kata yang sangat tajam dan menusuk, atau bahkan bereaksi kasar secara fisik.
Procrastination
Ketika reaksi procrastination armor ini muncul, sikap kita seolah menunjukkan bahwa kita tidak bisa moving forward.
Kadang-kadang untuk menutupi “fear”, kita menarik diri, berkali-kali menunda dengan 1001 macam alasan, atau bahkan membatu atau bersikap seolah tidak ada apa-apa yang terjadi.
Perfectionism
Ketika reaksi perfectionism armor ini muncul, sikap kita seolah menunjukkan bahwa kita tidak bisa bertindak secara strategis.
Kadang-kadang untuk menutupi “fear”, kita dengan sengaja memilih menghindari hal yang seharusnya kita lakukan atau dengan sengaja menggunakan waktu untuk hal-hal yang walaupun positif, namun kita tahu sebenarnya bukan aktivitas berdampak terbesar.
Jadi kenapa otak kita seolah-olah secara refleks menciptakan serangkaian armors ini?
Know Your Fear
Ketakutan atau kekuatiran atau fear ini sifatnya subyektif. Artinya kecuali orang lain itu mempunyai “fear” yang sama, maka biasanya mereka akan kesulitan memahami dampak “fear” itu terhadap reaksi kita.
Kalau Optimized People sedang berperan sebagai seorang pemimpin, sangat penting menunjukkan empati ke tim yang sedang mengalami ketakutan atau kekuatiran ini, sebelum kita masuk ke motivator mode.
Walaupun “fear” setiap orang bisa berbeda-beda, biasanya ada 4 ketakutan atau kekuatiran yang umum dirasakan:
Setiap kekuatiran ini cenderung memicu otak kita untuk menggunakan “armor”. Tanpa sadar kita menggunakan sikap-sikap reaktif itu supaya otak kita tidak harus merasakan fear itu terlalu lama.
Jadi apa yang bisa kita lakukan?
4 Steps Process To Be Brave
Brave is not the absent of fear.
Berani itu bukan berarti tidak punya “fear”. Berani itu justru memutuskan menghadapi rasa takut atau kuatir itu demi sesuatu yang lebih baik.
Jadi secara psikologis, yang kita harus berhasil capai bukan hilangnya rasa takut. Tapi melatih mental kita agar lebih kuat dari rasa takut itu sendiri.
Bagaimana caranya? Saya menawarkan 4 langkah sederhana ini.
Be aware of your armor
Kalau kita bahkan masih melogikakan dan membenarkan sikap-sikap reaktif kita sendiri, maka kita akan kesulitan menerima bahwa kita mempunyai ketakutan atau kekuatiran yang menyabotase sikap kita.
Jadi langkah pertama untuk menang melawan fear ini adalah dengan menyadari sikap-sikap reaktif yang sering kita gunakan untuk menutupi fear kita.
Focus on the reward
Melawan kekuatiran yang selama ini sudah mencengkram reaksi kita akan terasa sulit dan tidak menyenangkan. Di sini pentingnya punya personal why.
Temukan alasan kenapa Kamu merasa perjuanganmu ini layak untuk dilakukan.
Make a conscious decision to be brave
Ingat! Berani itu bukan berarti tidak takut atau tidak kuatir. Berani itu berarti dengan sengaja memutuskan tidak mau dikontrol oleh rasa takut atau kuatir.
Jadi sangat penting membiasakan diri dengan sengaja memutuskan tidak menggunakan over-control armor, emotional outburst armor, procrastination armor, atau perfectionism armor.
Ambil keputusan untuk tidak mau ditaklukkan oleh fear of loss of control, fear of disrespect, fear of hardship or discomfort, atau fear of risk.
Build a self-appreciation habit
Lawan “suara-suara negatif” yang memberikan “fear” dan memperkuat “armor” kita. Biasakan memberi apresiasi kepada diri kita sendiri setiap kali kita berhasil melakukan 1 dari 3 langkah yang sudah kita bahas tadi.
Kuncinya adalah memproses diri menjadi lebih berani dari sebelumnya. Bukan tiba-tiba punya superpower yang anti terhadap rasa kuatir.
So, take the first step to be a braver person. Atau bahkan brave leader.
Eri Silvanus
Saya menolong para individu dan organisasi meningkatkan kinerja dan leadership engagement melalui fungsi saya sebagai seorang pembicara, coach, dan consultant.