There are no items in your cart
Add More
Add More
Item Details | Price |
---|
Fri Dec 23, 2022
Hai Optimized People
Saya yakin Optimized People pasti paham bahwa bisnis yang berhenti berkembang akan perlahan mati. Itu sebabnya sebagai pemimpin, kita terus berusaha mencari cara melakukan inovasi.
Tentu akan terasa sangat heroic jika kita bisa menjadi seorang pemimpin yang mencetuskan inovasi yang sangat brilliant. Tapi dengan makin kompleksnya tuntutan klien dan tingginya persaingan, tanggung jawab memikirkan inovasi tidak lagi bisa dilakukan seorang diri.
Itu sebabnya banyak pemimpin merasa perlu bisa menciptakan budaya inovatif di dalam tim atau organisasinya. Tapi bagaimana dan dari mana kita harus mulai?
Saya pikir starting point terbaik dimulai dari leadership habit sang pemimpin dan ada 3 hal sederhana yang para pemimpin bisa lakukan untuk mulai membangun budaya inovatif di tim atau organisasinya.
Fokus Pada Proses Yang Terus Menerus Berjalan
Continues improvement (penyempurnaan berkelanjutan) bukan sebuah event. Melainkan sebuah mindset dan kebiasaan. Continues improvement juga tidak sama dengan target omset yang terus naik dari tahun ke tahun.
Sebetulnya fokus dari continues improvement adalah pada proses. Bukan hasil.
Pertanyaan yang harus terus menerus kita tanyakan, kalau mau mengadopsi continues improvement mindset adalah: “Bagaimana kita bisa lebih mengefektifkan atau mengefisiensi proses kita?”
Kepemimpinan yang mengadopsi continues improvement mindset juga bukan berarti selalu menemukan kesalahan yang perlu diperbaiki. Continues improvement leadership justru berusaha menumbuhkan the joy of improvement ke dalam timnya.
Dan strategi untuk menumbuhkan the joy of improvement tidak akan bisa dilepaskan dari kebiasaan mengapresiasi ide dan proses. Kita perlu menolong tim menikmati kebiasaan untuk selalu berkembang. Bukan menikmati kebiasaan untuk sekedar menaati instruksi atau lebih parah lagi, keinginan atasan.
Leading With “Future First” Mindset
Di bagian ini saya berusaha mengontraskan antara “past first mindset” atau “present first mindset” dengan “future first mindset”.
Coba pikirkan pertanyaan sederhana ini:
“Tempat kerja seperti apa yang menarik perhatian para generasi X, millennials, dan generasi Z?”
Kalau kita mau meluangkan waktu untuk ngobrol dan benar-benar merendahkan diri untuk bertanya kepada 3 generasi ini, maka jawaban mereka akan berbeda-beda.
Generasi X mungkin lebih mementingkan struktur dan hal-hal fungsional. Para millennials mungkin akan lebih mementingkan kolaborasi dan kebebasan. Sedangkan para generasi Z mungkin akan lebih mementingkan ketersediaan tools & platform untuk bereksperimen secara grup.
Nah di sini perbedaan “past, present” dengan “future first mindset leadership”.
Kepemimpinan yang menggunakan “past first” mindset akan cenderung mengambil sikap: “Dari dulu tempat kerja itu ya seharusnya begini. Kita sudah membuktikan efektivitasnya selama belasan tahun.”
Kepemimpinan yang menggunakan “present first” mindset akan terasa lebih terbuka. Jika suasana atau tempat kerja yang ada dirasa tidak efektif, maka mereka mungkin masih mau berubah. Tapi jika apa yang ada sekarang dirasa masih bekerja dengan baik, mereka akan bersikap: “Kalau tidak rusak, kenapa diperbaiki?”
Kepemimpinan yang menggunakan “future first” mindset akan menyadari bahwa masa depan perusahaan, organisasi, atau bisnisnya ada di tangan generasi yang lebih muda. Itu sebabnya mereka bertanya: “Tempat atau suasana kerja seperti apa yang dibutuhkan oleh generasi selanjutnya untuk bisa bekerja dengan optimal?”
Di sinilah titik kritisnya.
Dalam kebanyakan kasus jajaran manajemen diisi oleh orang-orang yang secara usia lebih tua daripada jajaran yang di bawah. Dan sering kali dasar di balik benar/salah atau baik/buruk di balik sebuah keputusan, sangat dipengaruhi oleh preferensi generation view (sudut pandang jaman) para pemimpin di jajaran atas.
Jadi sebenarnya, kepemimpinan yang gagal mengadopsi “future first mindset” bukan berarti tidak bisa berkembang. Tapi mereka sekedar berkembang di tempat (present first mindset) dan bukan berinovasi ke depan (future first mindset).
Build The “Innovation Habitat”
Habitat adalah sebuah lingkungan yang menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk survive atau bahkan to thrive.
Bagi binatang, habitat berarti lingkungan yang membuat mereka bisa mempunyai makanan dan bereproduksi. Bagi tumbuhan, habitat yang sehat harus mampu menyediakan air, udara, tanah, dan berbagai nutrisi dengan kadar yang tepat.
Lalu bagaimana dengan habitat untuk inovasi?
Pada intinya innovation habitat dimulai dari pemimpin yang mau & mampu menghadirkan lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi internal timnya untuk terus melakukan inovasi.
Itu berarti para tim harus merasa “happy” ketika mereka berpikir tentang apa yang dibutuhkan bisnis ini di masa depan. Mereka harus merasa “happy” bukan sekedar ketika merasa bisa menaati instruksi atasan. Tapi ketika mereka bisa bekerja dengan future first mindset.
Semoga bermanfaat 🙂
Eri Silvanus
Saya menolong para individu dan organisasi meningkatkan kinerja dan leadership engagement melalui fungsi saya sebagai seorang pembicara, coach, dan consultant.