There are no items in your cart
Add More
Add More
Item Details | Price |
---|
Tue Apr 18, 2023
Hai Optimized People!
Saya yakin banyak orang, minimal sudah pernah dengar tentang konsep “active listening”. Tapi beberapa orang tidak sadar bahwa tidak semua active listening berdampak positif dalam konteks teamwork.
Untuk memahami fenomena ini, kita perlu memahami konsep dasarnya terlebih dulu.
Secara esensi, active listening itu berarti kita mengerahkan fokus untuk berusaha memahami lawan bicara kita. Jadi lawan dari active listening itu sebetulnya bukan passive listening, tapi unfocused listening.
Tapi pertanyaan kritisnya adalah: “Apa yang kita ingin capai dari mendengarkan dengan aktif?”
Di topik teamwork, kadang-kadang kita mendengarkan dengan aktif untuk menemukan kesalahan atau untuk menemukan celah sehingga kita bisa memenangkan perdebatan. Ini adalah tujuan-tujuan active listening yang tidak produktif.
Para pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan otoriter sering melakukan ini. Pola komunikasi mereka seolah menunjukkan bahwa kalau terjadi perbedaan, maka tim selalu salah dan pemimpin selalu benar.
Itu sebabnya ketika timnya mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keinginannya, pemimpin itu akan menggunakan active listening untuk dengan detail menemukan hal-hal yang bisa dia serang. Akibatnya timnya akan makin tertutup dan enggan berpendapat.
Pemimpin yang menggunakan active listening untuk memahami timnya akan bertanya dengan mindset yang berbeda. Mereka berasumsi dirinya tidak selalu benar dan timnya mungkin saja memiliki pendapat yang lebih baik.
Itu sebabnya mereka menggunakan active listening untuk berusaha benar-benar memahami pertimbangan sang tim.
Sebenarnya mendengarkan dengan aktif untuk tujuan mengkritisi bukan berarti selalu buruk. Konsep ini sangat diperlukan jika kita adalah seorang auditor atau seorang penyidik.
Tapi dalam konteks teamwork, active listening yang paling efektif selalu dimulai dari empati. Untuk membangun empati, pertimbangkan mengadopsi 2 mindset ini.
Pertama, tim kita mempunyai pertimbangan yang layak untuk kita pertimbangkan. Konsep ini akan terasa makin penting ketika kita berkomunikasi dengan tim di jajaran atas.
Logikanya sederhana. Sebelum kita merekrut mereka, tentu kita sudah berusaha menyeleksi kompetensi mereka. Jadi seharusnya mereka adalah orang-orang yang cukup cerdas, yang punya pertimbangan logis dibalik pendapat dan keputusan mereka.
Lagi pula kita sudah membayar mereka cukup mahal. Jadi ironis sekali kalau kita memperlakukan mereka hanya sebagai pelaksana ide-ide kita dan bukan sebagai rekan diskusi untuk memikirkan masa depan bisnis atau organisasi kita.
Kedua, tim kita mempunyai faktor perasaan yang layak untuk kita pahami. Konsep ini akan mempengaruhi apakah kita memperlakukan mereka sebagai manusia seutuhnya atau hanya staf yang dibayar untuk bekerja dan patuh.
Saya tidak mengatakan bahwa kita harus selalu menoleransi kinerja yang menurun setiap kali tim kita merasa perasaannya sedang bermasalah. Tugas kita bukan mengakomodir semua perasaan negatif dari tim.
Tapi sebagai pemimpin para manusia, kita tidak bisa mengambaikan emosi-emosi itu.
Meluangkan waktu beberapa menit untuk menunjukkan empati dan memahami emosi-emosi itu akan menolong tim merasa diperlakukan secara manusiawi.
Dalam kebanyakan kasus, pemimpin yang mempunyai empathy skill dan coaching skill yang baik akan menuai tim yang lebih engaged dan loyal.
Semoga bermanfaat.Eri Silvanus
Personal & organization development practitioner: Help people and teams be better by helping them change their behavioral framework.