There are no items in your cart
Add More
Add More
Item Details | Price |
---|
Mon May 1, 2023
Penelitian menunjukkan bahwa "why we work" mempengaruhi "how we work".
Hari ini kita akan melihat penelitian yang dilakukan oleh dua doktor yang pertama adalah Dr. Dana Chandler, beliau adalah Doktor dari Massachusetts Institute of Technology dan kedua adalah Dr. Adam Kalpener beliau adalah Doktor dari University of Pensylvania.
Kedua dokter ini melakukan penelitian terkait motivasi kerja dan nanti kita akan coba lihat apa yang bisa kita aplikasikan bagi organisasi kita.
Bicara tentang motivasi kerja saya rasa masih cukup banyak pemimpin yang berpikir bahwa motivasi kerja tim itu sangat dipengaruhi dengan gaji yang mereka terima, dan menurut saya ini adalah mindset yang masuk akal. Karena bagaimanapun kita bekerja untuk mendapatkan income.
Tapi di sini jadi kritisnya. Tidak semua orang mampu memberikan gaji yang lebih tinggi daripada kompetitornya.
Nah kalau misalnya kita jadi sebuah organisasi atau di sebuah perusahaan lalu memang secara faktanya kita tidak bisa memberikan gaji yang lebih tinggi daripada competitor.
Apakah kita hanya bisa meratapi nasib? Atau adakah yang bisa kita lakukan untuk tetap mendapatkan orang-orang dengan kualitas terbaik?
Untuk itulah kita akan melihat penelitian yang dilakukan oleh Dr. Dana Chandler dan Dr. Adam Kalpener terkait motivasi kerja.
Di tahun 2013 kedua Dokter tadi merekrut hampir 2.500 orang sebagai subjek penelitian mereka. Mereka diberikan satu tugas yaitu menganalisa gambar-gambar medis. Jadi bayangkan ada setumpuk gambar dan setiap kali mereka selesai menganalisa satu gambar mereka akan mendapatkan sejumlah uang.
Nah, 2500 orang tadi dibagi ke dalam 3 kelompok. Kelompok pertama disebut dengan "meaningful treatment" yang kedua disebut dengan "shredded treatment". Shredded artinya yang dibuang atau dikoyak-koyak. Dan ketiga adalah "control group".
Di “control group” mereka diberikan informasi bahwa ini adalah bagian dari penelitian tugasmu hanya mengamati menganalisa gambar-gambar medis ini. di "shredded treatment" mereka diberikan informasi bahwa aktivitas ini bagian dari sebuah penelitian dan hasil analisa mereka nanti akan dibuang, jadi enggak ada artinya. di "meaningful treatment" mereka diberikan informasi bahwa mereka lakukan menganalisa gambar-gambar itu akan sangat menolong para profesional di bidang kesehatan untuk memahami tentang kanker sel lebih lanjut. Jadi ada meaning-nya, ada makna dari pekerjaan mereka.
Hasilnya bagaimana? Ini yang menarik partisipasi di grup "meaningful treatment" itu ternyata lebih tinggi. jadi lebih banyak orang yang mau melakukan tanggung jawab untuk mengamati atau menganalisa gambar-gambar itu di grup yang merasa pekerjaannya bermakna.
Kualitas kerja di grup "shredded", yang diberikan informasi bahwa pekerjaan mereka nanti hasil kerja mereka nanti akan dibuang begitu saja kualitas kerja, mereka ternyata lebih rendah di antara grup-grup yang lain.
Yang ketiga kuantitas atau berapa jumlah gambar yang berhasil dianalisa itu ternyata di grup yang "meaningful treatment" itu juga lebih tinggi Jadi kesimpulannya grup yang merasa bekerja hanya bermakna itu partisipasi kerjanya lebih tinggi engagement-nya lebih tinggi. Dan yang kedua, jumlah kerjanya juga lebih tinggi dan sebetulnya kualitas kerja mereka yang di grup "meaningful" itu juga lebih tinggi dibandingkan grup-grup yang lain Jadi dari hasil penelitian ini Dr. Chandrel dan Dr. Kalpener menyimpulkan bahwa "why we work" mempengaruhi "how we work".
Jadi apa yang bisa kita aplikasikan ke organisasi kita masing-masing? Menurut saya satu poin utamanya begini bagian dari mengelola kinerja tim itu adalah juga mengelola "the purpose of their work". Kita harus tolong tim untuk memahami kenapa pekerjaan mereka itu penting, kenapa apa yang mereka lakukan itu juga penting. Nah, elemen "why we work" ini yang tidak bisa dijawab oleh sistem remunerasi.
Misalnya Dr. Richard Clark, beliau adalah seorang Profesor di bidang Psikologi dan teknologi dari University of Southern California. Beliau pernah menulis di salah satu artikelnya bahwa motivasi kerja itu bukan hanya dari aspek duitnya remunerasinya tapi juga dari makna kerja.
Maksudnya, apakah aku merasa mampu melakukan tanggung jawab ini, dan yang ketiga, dari citra tanggung jawab kalau gagal nanti bagaimana. Hal-hal seperti ini bersifat psikologis dan tidak terkait dengan uang yang kita terima tapi sangat mempengaruhi motivasi di dalam kita bekerja.
Itu sebabnya bagi saya yang bergerak di bidang organization development people management itu tidak bisa dilepaskan dari leadership skill.
Dan salah satu pilar yang paling vital dalam sebuah leadership skill adalah kemampuan memahami tim kita. Dan salah satu cara paling sederhana untuk meningkatkan keterampilannya adalah dengan mengajak tim kita ngobrol. Bukan berkomunikasi dengan tujuan kita mem-penetrasi mindsetnya mereka mentransformasi pola berpikirnya mereka atau bahkan lebih parah kita ngobrol dengan mereka hanya untuk mengkoreksi dan memberikan instruksi. Bukan.
Tapi ngobrol untuk memahami mereka untuk mendengarkan mereka bantu mereka merasa bahwa pekerjaan mereka itu bermakna tentu mereka merasa bahwa mereka mampu melakukan apa yang menjadi tanggung jawab mereka dan bantu mereka merasa bahwa kita sangat-sangat mengapresiasi apa yang sudah mereka lakukan.
Jadi terkait topik motivasi tim saya sama sekali tidak menolak ide bahwa kalau kita bisa memberikan paket remunerasi yang tinggi itu akan jadi daya tarik tersendiri tapi Ingatlah bahwa people management itu tidak bisa dilepaskan dari memahami manusia secara holistik.
Karena itu, mari kita menolong para pemimpin kita atau diri kita sendiri kalau kita sebagai seorang pemimpin untuk bisa memahami tim kita rekan kerja kita dengan lebih baik.
Semoga bermanfaat.Eri Silvanus
Personal & organization development practitioner: Help people and teams be better by helping them change their behavioral framework.